Menu Bar

Parpol Tersandera Kasus Korupsi

Parpol Tersandera Kasus Korupsi



img4c984c17e4b05Peran dan fungsi partai politik (parpol) sebagai pilar demokrasi saat ini kurang terlihat kehadirannya. Banyak parpol kini justru disibukkan oleh berbagai kasus korupsi yang menimpa para kadernya. Dalam beberapa kasus, korupsi dijadikan senjata parpol untuk saling serang. Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens, menilai parpol telah tersandera oleh kasus korupsi yang membelit kadernya. "(Korupsi) Sudah menyatu dan jadi endemik (bagi parpol)," kata Boni kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Dia melihat politik saat ini sudah menjadikan uang sebagai sumber daya utama. Hal itu terjadi karena parpol menganut sistem berbiaya tinggi (high cost). "Karena parpol tidak punya uang, kader menjadi sapi perah dan ujung tombak untuk mencari dana," ujarnya.

Cara satu-satunya yang dilakukan kader parpol menggaet dana adalah melalui kebijakan untuk memperoleh ruang korupsi. Menurut Boni, kader parpol yang masuk ke politik akan mengikuti pola-pola tersebut.

Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari sebelumnya mengatakan, fungsi parpol sebagai pengawas para kadernya di legislatif dan eksekutif agar tidak korup faktanya memang tidak terlihat. "Ini yang sekarang sudah menyandera," kata Hajriyanto.

Banyak alasan kenapa parpol seolah terjebak pada perilaku koruptif. Antara lain karena kader-kader partai di legislatif dan eksekutif banyak yang merangkap menjadi pejabat teras partai Akibatnya terjadi komplikasi antara yang mengawasi dan yang diawasi. "Sulit dan pasti tidak akan efektif jika mereka harus mengawasi dirinya sendiri. Dalam konteks ini maka tidak ada reward and punishment," ujarnya. Sebab lain, kata dia, parpol hanya menjalankan fungsi bagaimana menang dalam pemilu. Upaya pemenangan pemilu ini yang justru menjadi kepedulian dan pekerjaan parpol.

Struktur kepengurusan parpol saat ini hampir semuanya mengutamakan fungsi elektoral, yaitu bidang-bidang pemenangan pemilu. "Sementara fungsi kepartaian lain seperti pengkajian, penegakan kehormatan, kontrol, dan lain-lain diabaikan atau dipinggirkan," keluh Hajriyanto.

Ketua DPP Partai Golkar ini mengemukakan, saat ini yang dipikirkan parpol hanya bagaimana menang pada pemilu, pilkada, danpilpres. Dia mengakui bahwa hal itu memangpentmg. Untuk apa parpol didirikan kalau bukan untuk menang pemilu dan kekuasaan. Tetapi, mestinya ada perhatian selain kekuasaan, yaitu untuk apa kekuasaan itu dikejar.

Menurut Hajriyanto, jawabnya adalah untuk rakyat, bangsa , dan negara. Dengan kesadaran seperti ini, maka muncul kerisauan bahwa perilaku koruptif itu bertentangan dengan tujuan atau misi parpol. "Parpol juga harus bertindak mengawasi dan mengontrol serta menghukum kader-kadernya agar tidak korup," katanya.

Saat ini banyak partai yang tersandera kasus korupsi. Partai Demokrat, pemenang Pemilu 2009 dan berhasil mengantarkan figur sentralnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden untuk kedua kalinya belakangan ini kadernya banyak terjerat kasus korupsi.

Petinggi Demokrat yang saat ini bermasalah dengan korupsi adalah Angelina Sondakh (mantan wakil sekjen), Hartati Murdaya Poo (anggota dewan pembina), Andi Mallarangeng (mantan menteri pemuda dan olahraga, dan mantan sekretaris dewan pembina), M Nazaruddin (mantan bendahara umum), dan Anas Urbaningrum (mantan ketua umum) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek Hambalang.

Di Partai Golkar, kader yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah Zulkarnaen Djabar (mantan wakil bendahara umum) terkait kasus korupsi pengadaan Alquran di Kementerian Agama. Kasus ini juga melibatkan kader muda Golkar Fand A Raffiq dan Dendy Prasetya. Gubernur Riau Rusli Zainal, yang juga kader Golkar, saat ini pun terseret tiga kasus sekaligus dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga saat ini masih tersandera kasus korupsi, yakni ditetapkannya Emir Moeis sebagai tersangka dalam kasus PLTU Tarahan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersandung kasus suap impor daging sapi. Tidak tanggungtanggung, salah satu tersangka dalam kasus ini adalah Luthfi Hasan Ishaaq (saat itu presiden PKS). Partai Amanat Nasional (PAN) juga mengalami hal serupa. Kadernya, yakni Wa Ode Nurhayati (saat itu anggota Badan Anggaran DPR) terseret kasus suap dalam proyek Pembangunan Percepatan Infrastruktur Daerah (PPID).

Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai kader parpol yang terjerat kasus hukum, kemudian menjadi sandera bagi partai, tidak bisa dilepaskan dari ketidaktepatan sistem politik saat ini. Politikus senior PDIP ini mengungkapkan, sistem politik baik yang tercantum di dalam Undang-Undang (UU) Parpol, UU Pemilu, UU Pilpres hingga UU Pemda tidak mendukung terwujudnya politik ideal bagi bangsa ini.

Tidak adanya batasan biaya kampanye dan sistem proporsional terbuka dengan keterpilihan suara terbanyak berarti hal yang lebih menentukan dalam politik adalah uang. "Karena itu pada Pemilu 2009, yang menghasilkan sekitar 70% muka baru, (parlemen) didominasi oleh pengusaha," ujar Pram.

Dia mengatakan, peran anggota DPR yang seharusnya sebagai penjaga ideologi partai dalam mewujudkan cita-cita dan visi misi untuk menyejahterakan rakyat hanya menjadi motivasi turunan. "Motivasi utamanya adalah ekonomi dan kekuasaan," ujarnya.

Untuk itu, ke depan mau tidak mau harus diperbaiki sistemnya agar peran dan fungsi parpol sebagai pilar dem okrasi dan wadah rekrutmen kepemimpinan benar-benar sesuai dengan yang diharapkan. "Sistemnya harus diperbaiki, agar partai bisa menempatkan orang baik bisa masuk ke DPR. Selama sistem pemilu tak diperbaiki, maka tak bisa berharap ke DPR mendatang. Korupsi tetap masih akan terjadi," katanya.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengatakan, salah satu janji reformasi adalah memberantas korupsi. Untuk itu, parpol adalah motor utama karena partai merupakan pilar yang menyuplai penyelenggara negara.

"Partai Demokrat menjadi bagian dari yang ikut memberantas korupsi, bahkan kami berkomitmen berada di garda depan. Karena itu konsekuensinya ketika kader Demokrat tersangkut korupsi, maka harus secara tegas dan jelas untuk menindaknya dengan tidak pandang bulu," katanya.

Direktur Sinergi Masyarakat, Said Salahudin, melihat tren korupsi oleh anggota dan pengurus parpol memang meningkat. "Praktik korupsi yang dilakukan oleh kader partai politik kini sudah pada taraf yang kronis," ujarnya.


Sumber : Seputar Indonesia, 11 Maret 2013
Share On:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar Anda